Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi DPR yang telah menetapkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai usul inisiatif DPR pada Sidang Paripurna DPR pada Selasa, 18 Januari 2022.
Penetapan RUU TPKS sebagai inisiatif ini menunjukkan komitmen DPR telah sejalan dengan komitmen Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada 5 Januari 2022. Dalam Pidatonya, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM serta Menteri PPPA untuk berkoordinasi dan konsultasi dengan DPR dan kepada Gugus Tugas Pemerintah yang bertugas membahas RUU TPKS untuk menyiapkan DIM (Daftar Inventaris Masalah) RUU TPKS.
Komitmen para pembentuk peraturan perundang-undangan ini merupakan titik terang untuk mewujudkan tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yakni: untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia” yang berdasarkan kepada Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Tidak hanya itu, komitmen ini juga sejalan dengan pemenuhan kewajiban NKRI sebagai negara peserta yang telah meratifikasi Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau CEDAW (Convention of the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) pada tahun 1984 dalam upaya mengadopsi kebijakan yang layak dalam menangani diskriminasi terhadap perempuan, dalam hal ini Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) dalam bentuk Kekerasan Seksual.
Baca : Pentingnya RUU PPRT bagi Perlindungan PRT
Untuk menuju pengesahan RUU TPKS menjadi UU, RUU ini masih harus melalui empat tahapan utama yaitu pembahasan tingkat 1, pembahasan tingkat 2, pengesahan, dan pengundangan. Setelah DPR mengirimkan naskah akademik Presiden akan menerbitkan Surpres untuk membentuk koordinasi lintas K/L untuk menyusun DIM RUU TPKS.
Penyusunan DIM RUU TPKS ini sangat penting untuk menyempurnakan substansi RUU TPKS yang mengedepankan kepentingan korban dengan mengadopsi enam elemen kunci penghapusan kekerasan seksual yaitu pencegahan, tindak pidana kekerasan seksual; pidana dan tindakan terhadap pelaku; hukum acara khusus penanganan kasus kekerasan seksual (penyidikan, penuntutan, pemeriksaan pengadilan); Hak-Hak Korban, Saksi dan Keluarga Korban; serta pemantauan dan Pengawasan dari Lembaga Nasional HAM.
Terhadap RUU TPKS per 8 Desember 2021, Komnas Perempuan berpandangan sebagai berikut:
- Hal-hal yang harus tetap dipertahankan dan disempurnakan yaitu: (i) Sistematika Pidana Khusus Internal, (ii) Judul Tindak Pidana Kekerasan Seksual, (iii) Perumusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, (iv) Pemidanaan Sistem Dua Jalur (Double Track System) yaitu Pidana dan Rehabilitasi untuk Pelaku, (v) Sistem Pembuktian Kekerasan Seksual, (vi) Hak atas Restitusi dan Pendampingan Korban; (vii) Bab tentang Hak Korban, Keluarga Korban, dan Saksi untuk penanganan, perlindungan dan pemulihan (viii) Pencegahan yang meliputi 8 sektor termasuk bidang Teknologi informatika; Keagamaan; dan Keluarga; (ix) Peran serta masyarakat dalam pencegahan kekerasan keluarga; dan (xii) pengintegrasian hak-hak penyandang disabilitas. Adapun teknis penulisan hukum tetap memerlukan konsistensi dan efektifitas pasal.
- Komnas Perempuan mengusulkan penyempurnaan dalam RUU TPKS yaitu: (i) penambahan jenis Kekerasan Siber Berbasis Gender terhadap Perempuan, selain pelecehan seksual teknologi dan informasi, seperti tindak pidana rekayasa pornografi (deepfake pornography/morphing); (ii) Pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan pemaksaan hubungan seksual dirumuskan baik sebagaitindak pidana berdiri sendiri atau unsur dalam tindak pidana yang sudah dirumuskan atau menjadi pemberat pidana; (iii) Dirumuskannya hak korban atas penghapusan jejak digital atau hak untuk dilupakan (the right to be forgotten);
- Penting adanya pengakuan dan penegasan peran lembaga nasional HAM (Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Komisi Nasional Disabilitas) dan lembaga independen lainnya (Ombudsman RI, Kompolnas dan Komjak) terkait pengawasan eksternal terhadap pelaksanaan penghapusan kekerasan seksual.
Komnas Perempuan mendesak agar dalam menyusun DIM RUU TPKS Tim pemerintah melibatkan partisipasi penuh para penyintas, keluarga korban dan lembaga layanan korban kekerasan seksual dalam pembahasan penyusunan DIM. Sementara kepada para penyintas, keluarga korban dan lembaga layanan korban untuk aktif memberikan saran dan masukan berdasarkan keragaman pengalaman sesuai dengan kebutuhan korban kekerasan seksual, dan mengawal pembentukan RUU ini hingga pembahasan dan pengesahan.
Komnas Perempuan juga mendorong publik aktif mengawal dan mendukung pembahasan RUU TPKS, agar tidak melenceng dari tujuan awal diusulkannya beleid ini.