JAKARTA- Pada bulan Juli 2019 yang lalu datang seorang kawan PRT berinisial RY kepada kami team paralegal, untuk mengadukan kasusnya tentang haknya yang tidak di bayar oleh majikannya.
RY telah bekerja pada majikan yang berinisial pak CWS, di sebuah kompleks kawasan elite daerah Jakarta Selatan selama lebih kurang dua setengah tahun. Menurut pengakuan RY ia bekerja dengan gaji Rp 3,450,000 per bulannya.
Namun si majikan pak CWS ini memotong langsung uang gaji nya RY sebesar Rp 750,000 per bulannya. Alasannya disimpan untuk uang simpanan RY yang di simpan di majikan pak CWS ini,– yang di sebut TSHR (Tabungan Setelah Hari Raya). Dalam kesepakatan lisan hal ini akan diberikan setelah hari raya, sehingga di setiap bulan nya RY hanya menerima gaji sebesar Rp 2,700,000.
Dipertengahan tahun 2019 tepatnya bulan Juli saat RY kembali bekerja setelah libur lebaran, RY menagih uang TSHR nya. Namun pak CWS tidak bersedia memberikan TSHR tersebut. Dari masalah itulah RY melaporkan kepada kami team paralegal untuk dibantu tentang permasalahannya itu.
Setelah kami telusuri tidak ada surat perjanjian kerja secara tertulis atau surat kontrak kerja dan tidak ada slip gaji sebagai bukti bahwa RY bekerja pada majikan pak CWS. Namun kami mendapat bukti dari RY berupa kartu nama dan kontak chat wa antara RY dan pak CWS serta bukti transfer uang gaji setiap bulannya dari pak CWS ke nomor rekening BRI RY sebesar Rp 2,700,000. Ini yang kami dapatkan sebagai bukti. Dari kejadian itu akhirnya RY mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Sulitnya Advokasi
Langkah pertama yang team lakukan adalah mendata isi formulir pengaduan kasus dan mencoba menelepon pihak majikan yaitu pak CWS, namun telpon tidak.diangkat. Lewat chat Whatsapp, kami juga tidak direspon,– hanya di baca saja.
Karena tidak ada itikat baik dari sang majikan, maka kami meneruskan kepada JALA PRT (Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga ) dan kepada lawyer yang telah ditunjuk dan dikontrak oleh JALA PRT untuk menindak lanjuti dan menangani semua kasus kawan PRT.
Berkas kronologi kasus secara detil kami serahkan kepada lawyer yang langsung mengirimkan surat somasi pertama pada 19 Desember 2019 dan dilanjuti surat somasi kedua pada 23 January 2020. Sang majikan, pak CWS tidak memberikan tanggapan, jawaban atau itikat baiknya.
Saat lawyer menelepon dan mengontak lewat WA pak CWS menjawab bahwa beliau tidak memiliki PRT yang bernama RY. Majikan kemudian memblokir nomer kontak lawyer sehingga kami kehilangan kontak dengan pak CWS.
Maka upaya satu-satunya atas saran dari pihak lawyer adalah melaporkannya ke pihak kepolisian setempat dengan membawa saksi minimal 2 orang yang tahu betul bahwa RY ini memang benar adanya bekerja di kelurga pak CWS ini. Tetapi tidak semudah itu. Kami telah meminta kepada RY untuk menghadirkan saksi dan mendampinginya melaporkannya ke pihak kepolisian. Kami kemudian menunggu kabar darinya.
Tetapi tidak ada kabar kesediaannya untuk menghadirkan saksi yang diperlukan saat itu. Kami menunggu tidak ada kepastian darinya, karena RY telah mendapatkan pekerjaan baru sehingga tidak bisa bebas untuk tindak lanjut lapor ke pihak polisi.
Hingga waktu berjalan karena juga kasus PRT banyak berdatangan,– dari kasus seputar PHK sepihak sampai.kasus penganiayaan PRT anak,– datang silih berganti.
Sampai bulan Juni 2020 yang lalu RY menanyakan kasusnya kembali dan mau lanjut. Kami sempat tidak yakin bisa membantu. Namun RY menjawab dengan mudahnya mengatakan, “Setahu saya kalau saya belum menutup kasus, berarti saya masih bisa mengusut kembali.”
Saat itu terutama saya pribadi sempat agak kaget mendengarnya. Kamipun berusaha berkonsultasi kembali dengan pihak lawyer JALA PRT yang sudah menangani kasusnya. Ia menyarankan untuk mendampinginya melapor kepada pihak kepolisian di Polsek Kebayoran Lama di wilayah tempat kejadian perkara.
Saat melapor kami menyertakan catatan hukumnya dengan dugaan tindak pidana perbuatan penggelapan, pasal 372 KUHP Pidana dan dugaan tindak pidana penipuan, pasal 378 KUHP Pidana. Tetapi pihak kepolisian tidak menerima laporan tersebut karena menurutnya bukan wewenangnya,– dan di sarankan untuk melapor ke Disnaker Jakarta Selatan.
RY masih penasaran dengan kasusnya itu. Pada 30 juli 2020 lalu ia minta didampingi untuk melapor dan mengadu ke Disnaker Jakarta Selatan, dan kami pun tetap bersedia mengantar dan mendampinginya.
Pihak Disnaker menyarankan harus ada pengiriman surat pengaduan atau gugatan kepada yang bersangkutan dari korban kepada pihak Disnaker terlebih dahulu, tidak cukup dengan catatan hukumnya saja. Ini yang menjadi kendala yang begitu sulit dalam mengadvokasi karena tidak adanya surat perjanjian kerja yang secara tertulis atau kontrak kerja sebagai bukti yang kongkrit.
Bukan itu saja. Karena kasus sudah terlalu lama akibat respon lambat dari RY sendiri untuk tindak lanjut kasusnya saat team lawyer JALA PRT meminta untuk menghadirkan saksi. Selain itu, majikan sangat alot berkesan agak licik dan kurang bertanggung jawab itu.
Tanpa Perlindungan Hukum
Terus terang juga kasus yang mengadu kepada JALA PRat tidak satu atau dua kasus saja. Saat bulan Juni dan Juli 2020 sangat rawan kasus PHK sepihak. Apalagi dalam situasi saat pandemi, kasus demi kasus berdatangan, semua tentang PHK dan dirumahkan tanpa upah dan tanpa uang konpensasi dengan alasan majikan tidak bisa bayar karena situasi pandemi. Ini menjadi kendala yang berat untuk kami hadapi.
Namun, diatas semua kendala itu adalah belum adanya payung hukum dan undang undang khusus untuk pekerja rumah tangga. Padahal PRT adah sektor pekerja yang sangat rentan terjadinya kekerasan fisik ataupun psikis. Oleh karena itu sudah sangat mendesak menjadi kebutuhan untuk disahkannya Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT).
Belum lagi kesadaran yang rendah dari para PRT yang tidak mementingkan surat perjanjian kerja atau surat kontrak kerja secara tertulis. Dari rekam jejak kasus pengaduan yang telah masuk kepada Team Advokasi Jala PRT, 80% tidak memiliki surat kontrak kerja atau perjanjian tertulis. Hanya 20% saja yang sudah memiliki surat kontrak kerja dan perjanjian tertulis. Hal ini yang menentukan tingkat kesulitan dalam advokasi!
Ketiadaan Pancasila
Walau demikian, bantuan team advokasi JALA PRT banyak sudah membantu PRT mendapatkan haknya. Sudah lebih dari 700 kawan PRT yang bergabung menjadi anggota SPRT (Serikat Pekerja Rumah Tangga) atau Operata (Organisasi Pekerja Rumah Tangga) yang di bawah naungan JALA PRT yang sudah mendapat kan perlindungan Jamsostek atas upaya advokasi JALA PRT,– dibayarkan oleh majikan sepenuhnya 100% atau di bayarkan 50% oleh majikan dan 50% oleh PRT sendiri. Ini sudah menjadi titik terang, namun dalam keadaan dan situasi seperti ini, PRT tetap sangat mendesak butuh Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga untuk memudahkan kinerja Pekerja rumah tangga.
Dari hasil survey di tahun 2015 oleh Universitas Indonesia menunjukkan 4,2 juta pekerja rumah tangga yang sangat rentan butuh perlindungan. Sebelumnya, JALA PRT dan ILO (International Labor Organization) menyebutkan pada tahun 2010 angkanya sebesar 10,7 juta pekerja rumah tangga bekerja dalam situasi tidak aman.
Untuk itu, kami sangat mendesak kepada pemerintah dan jajarannya yang terhormat dan para anggota dewan untuk segera mengesahkan Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT), untuk membuktikan Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,–buat kami PRT,–bisa dilaksanakan di tingkat terkecil yaitu di rumah tangga tempat kami bekerja. (Adiyati S.)