Jakarta – Setelah 18 tahun sejak pertama kali diusulkan pada 2004, nasib Rancangan Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT) belum juga menemui titik terang. Ada kekhawatiran dari sejumlah kalangan, terutama dari pemberi kerja keberadaan beleid ini akan menciptakan sederet kewajiban baru yang memberatkan mereka.
Tapi, benarkah demikian? Sebenarnya kekhawatiran ini tidak berdasar. Seperti sering diungkapkan Koordinator Jaringan Nasional untuk Advokasi PRT (Jala PRT), Lita Anggraeni dalam berbagai diskusi, keberadaan RUU ini tak hanya mengatur hak-hak PRT, tetapi juga kewajiban dan kualifikasi PRT sehingga ada jaminan bagi pemberi kerja untuk mendapatkan pekerja yang sesuai dengan kebutuhan.
Untuk meluruskan salah pikir terhadap RUU Perlindungan PRT, berikut penjelasan tentang sejumlah poin terkait beleid ini verdasar draft Baleg DPR yang diserahkan ke Bamus DPR pada Juli 2020 lalu, untuk diparipurnakan:
- RUU PPRT hanya mengatur PRT yang memang bekerja untuk mencari nafkah.
RUU PPRT tidak mengatur tentang orang saudara/keluarga/kerabat yang ikut saudara/keluarga/kerabat, santri dan abdi dalem. Karena tujuannya memang berbeda.
- Memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap PRT dan Pemberi Kerja.
Ini artinya ada jaminan perlindungan untuk kedua belah pihak, baik PRT maupun pemberi kerja. Hak dan kewajiban kedua belah pihak PRT dan Pemberi Kerja dicantumkan dalam batang tubuh RUU PPRT tepatnya di pasal 3 dan pasal 11 hingga pasal 15.
- RUU Perlindungan PRT tidak akan mengubah suasana kekeluargaan, budaya kearifan lokal yang sudah berjalan baik. RUU Perlindungan PRT berasaskan kekeluargaan.
- Jenis pekerjaan PRT meliputi: memasak; mencuci pakaian; membersihkan rumah; merawat anak; menjaga orang sakit, dan/atau orang yang berkebutuhan khusus; mengemudi; menjaga rumah; mengurus binatang peliharaan. Tetapi ini bukan berarti bahwa dalam 1 rumah ada beberapa PRT dengan jenis yang berbeda. Semua tergantung pada situasi kondisi kebutuhan dan rumah Pemberi Kerja.
Hak PRT:
- Pasal 11 tentang Hak PRT menyebutkan upah PRT berdasar kesepakatan, bukan UMR, UMP/UMK
- Pasal 11 tentang Hak PRT menyebutkan hak libur/cuti berdasar kesepakatan
- Jam Kerja disebutkan jam kerja yang manusiawi
- Jaminan Sosial Kesehatan: Disebutkan PRT masuk dalam peserta KIS Penerima Bantuan Iuran karena memang PRT miskin
- Tentang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan:
Disebutkan PRT mendapat Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang ditanggung PRT dan Pemberi Kerja berdasar kesepakatan.Berdasar praktek yang sudah berjalan diinisiasi oleh JALA PRT dalam iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebesar Rp. 36.800/bulan dengan 3 manfaat: Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua
- RUU PPRT mengatur hak PRT sebagai berikut:
- menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
- bekerja pada jam kerja yang manusiawi;
- mendapatkan Cuti sesuai dengan kesepakatan PRT dan Pemberi Kerja;
- mendapatkan Upah dan tunjangan hari raya sesuai kesepakatan dengan Pemberi Kerja;
- mendapatkan jaminan sosial kesehatan sebagai penerima bantuan iuran;
- mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan sesuai kesepakatan dengan pemberi kerja. Pasal 11
- RUU PPRT mengatur hak Pemberi Kerja sebagai berikut:
- memperoleh informasi yang jelas dan benar mengenai identitas PRT;
- memperoleh informasi mengenai kemampuan kerja PRT;
- memberikan izin kepada PRT apabila berhalangan masuk kerja sesuai dengan ketentuan dalam Hubungan Kerja;
- mendapatkan hasil kerja PRT sesuai dengan Hubungan Kerja;
- mendapatkan pemberitahuan pengunduran diri PRT paling lambat 1 (satu) bulan sebelumnya; dan
- Mengakhiri Hubungan Kerja apabila terjadi pelanggaran terhadap Perjanjian Kerja. Pasal 14
- Perekrutan dan Penempatan: Penyalur diatur secara ketat dalam RUU PPRT dengan berbagai ketentuan ijin dan pengawasan serta sanksi. PRT dan Pemberi Kerja dilindungi dari tindak perdagangan, eksploitasi, pemalsuan keterangan yang dilakukan oleh pihak. Pasal 21 – 25 dan Pasal 29, 31, 2
- Perselisihan disebutkan diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat dan mediasi. Pasal 26 dan Pasal 27