JAKARTA- Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menghentikan operasional pabrik manufaktur di Baltimore yang merusak 15 juta dosis vaksin Covid-19 Johnson & Johnson.
Dalam laporannya, New York Times menyebut, penghentian produksi ini hanya dilakukan untuk vaksin AstraZeneca.
Sabtu (3/4), berdasarkan laporan, penghentian tersebut terkait kecerobohan pabrik tersebut dalam mencampur bahan untuk vaksin yang akhirnya merusak sekitar 15 juta dosis vaksin Covid-19 Johnson & Johnson.
Pabrik yang dikelola perusahaan biofarmasi Emergent BioSolutions ini sebelumnya menjadi mitra untuk memproduksi vaksin Johnson & Johnson dan AstraZeneca.
Badan Administrasi AS pun telah menetapkan Johnson & Johnson yang bertanggung jawab atas pabrik yang bermasalah itu.
Layanan Kesehatan dan Kemanusiaan AS pun berniat menjadikan pabrik Emergent BioSolutions tersebut hanya dikhususkan untuk membuat vaksin dosis tunggal Johnson & Johnson. Ini dimaksudkan untuk menghindari percampuran bahan baku di masa depan, menurut laporan tersebut, yang mengutip dua pejabat senior kesehatan federal.
Johnson & Johnson mengatakan pihaknya “memikul tanggung jawab penuh”, mengkonfirmasikan perubahan tersebut, tambah laporan New York Times yang dikutip Reuters.
Sebelumnya diberitakan, Belanda menghentikan sementara penggunaan vaksin Covid-19 buatan Astrazeneca. Seperti dilaporkan Al Jazeera, Sabtu (3/4), Menteri Kesehatan Belanda mengatakan penghentian sementara adalah tindakan pencegahan.
Penghentian vaksin Astrazeneca dilakukan setelah lima laporan pembekuan darah dengan jumlah trombosit darah rendah setelah vaksinasi.
Pada Jumat (2/4), kementerian kesehatan Belanda menyatakan akan menghentikan sementara, vaksinasi untuk orang yang berusia di bawah 60 tahun.
Tetapi, setelah pembicaraan pada Sabtu, departemen kesehatan memutuskan untuk menangguhkan semua suntikan Astrazeneca untuk menghindari pemborosan.
Sekitar 700 orang yang berusia di atas 60 tahun akan menerima vaksin Astrazeneca dalam beberapa hari mendatang. Tetapi janji temu mereka juga dibatalkan untuk sementara, karena tidak ada jaminan bahwa kumpulan vaksin penuh dapat digunakan seluruhnya jika hanya beberapa orang yang menerima suntikan.
Keputusan itu diambil beberapa hari setelah pihak berwenang di Jerman juga berhenti menggunakan vaksin Astrazeneca di bawah 60-an. Tindakan itu mengutip kekhawatiran baru atas pembekuan darah yang tidak biasa yang dilaporkan pada sejumlah kecil dari mereka yang menerima suntikan.
Kepada Tungkumenyala.com dilaporkan, sebelumnya pada Jumat (2/4), satu organisasi Belanda yang memantau efek samping vaksin mengatakan telah menerima lima laporan pembekuan darah dengan jumlah trombosit darah yang rendah setelah vaksinasi.
Kantor berita DPA melaporkan satu orang meninggal dunia. Semua kasus terjadi antara tujuh dan 10 hari setelah vaksinasi dan semua orang yang terkena adalah wanita berusia antara 25 dan 65 tahun. Investigasi sedang dilakukan untuk memastikan apakah kasus ini disebabkan oleh vaksinasi. (Sargini)