Home Suara PRT Hari PRT Nasional: Kisah PRT Bersatu Perjuangkan Hak

Hari PRT Nasional: Kisah PRT Bersatu Perjuangkan Hak
Mendesak Pengesahan RUU Perlindungan PRT

by admin

Jakarta – Fadhilah dan Robyani adalah pekerja rumah tangga (PRT) di Tangerang Selatan. Mereka benar-benar berjuang untuk kehidupan rumah tangganya. Fadhilah walau dalam kondisi sakit tetap harus bekerja karena suaminya sudah tidak bekerja setelah kena PHK. anaknya juga tidak kerja.

Begitu juga Robyani. Suaminya sakit jatung, setelah sakit, perusahaan tempatnya bekerja mem-PHK-nya secara tiba-tiba.

“Suami sakit jantung, diminta istirahat sama bosnya, sudah sehat, malah terkena PHK ketika masuk kerja. Padahal kemarin disuruh istirahat, ketika masuk malah di PHK. Saat ini jadi ojol karena kondisi ekonomi tidak menentu. Anak kerja di parkiran, kadang makanan pokok tidak ada di rumah, tapi kami tetap berusaha,” paparnya dalam kampanye Gerak Bersama Kampanye Pengesahan RUU Perlindungan PRT pada Jumat, (11/2/2022)

Kemiskinan memang jadi alasan utama para PRT untuk bekerja. Pekerjaan merawat dan memelihara rumah dinilai paling mudah didapatkan dengan persyaratan yang tidak terlalu rumit.

Namun, kerja-kerja perawatan yang dilakukan PRT selama ini belum mendapat pengakuan dan penghargaan sebagaimana mestinya. Padahal kerja mereka memiliki andil besar dalam bergulirnya kegiatan masyarakat kota.

Kerja-kerja yang dilakukan perempuan pekerja rumah tangga (PRT) dianggap bukan pekerjaan esensial. Istilah sesatnya, dianggap unskilled labour, pekerja yang tak memiliki keterampilan sehingga dianggap wajar untuk dibayar dengan upah murah dan tanpa jaminan perlindungan. Eksistensi mereka diabaikan.

Wajah mereka kerap tak terlihat. Suara mereka pun kerap tak didengar. Dan, mereka sering mendapatkan perlakuan diskriminatif. Penelitian Marina Nasution dan Abdus Somad dan tim Konde.co terhadap tulisan PRT yang dimuat di Konde.co sepanjang 2021 mengungkap, sejumlah PRT juga tidak diizinkan untuk merayakan ibadah hari raya serta mendapatkan pelecehan seksual dari majikan.

Ada juga pekerja anak anak di mana PRT anak menceritakan dirinya yang terpaksa bekerja menjadi PRT karena majikan berjanji akan membiayai sekolah mereka hingga lulus, tetapi ketika sudah tinggal di rumah majikan, mereka tidak disekolahkan, tetapi malah dipekerjakan sebagai PRT.

Aktivis perempuan Makassar, Lusia Palulungan juga melihat ini semua terjadi karena perbedaan kelas yang menyebabkan perlakuan buruk.

“Selain itu, bekerja di rumah tangga adalah pekerjaan domestik yang tidak bisa dilihat oleh orang lain atau orang di luar, maka kesewenang-wenangan ini jadi perlakuan yang tersembunyi dan sulit dibuktikan.”

Vivi Widyawati, aktivis Perempuan Mahardhika menyatakan, seharusnya bekerja dengan PRT bisa membawa publik untuk mengubah cara berpikir, bahwa ada persoalan serius soal kemanusiaan yang dialami PRT di Indonesia. Ini adalah cara pandang yang salah yang menganggap PRT bukan sebagai manusia yang harus dihormati dan dilindungi

Ada yang Menggembirakan Tapi Harus Diperjuangkan

Banyak cerita PRT adalah cerita pedih, ada juga cerita suka cita yang dialami PRT. Walau cerita suka cita tak datang begitu saja, namun harus diperjuangkan

Data yang dihimpun Konde.co lewat tulisan para PRT menyimpulkan, ada PRT yang bekerja di luar negeri menjadi tenaga kerja Indonesia, lalu bisa menabung dan berhasil membeli rumah.

Ada juga yang bisa membuka usaha, berhasil menyelesaikan kuliah, menyekolahkan anak hingga menempuh pendidikan tinggi. Ada juga yang bercerita tentang pengalaman bekerja di luar negeri, lancar berbahasa asing

Banyak PRT yang kemudian dari kondisi buruk ini kemudian berorganisasi di JALA PRT. Mereka kemudian bersama-sama mendirikan Serikat Pekerja PRT.

Dengan berorganisasi ini, mereka kemudian punya banyak kegiatan, seperti mampu menambah wawasan, keterampilan, dan menguatkan posisi tawar di depan majikan. Melalui penguatan kapasitas tersebut, PRT mampu bernegosiasi terkait kontrak dan gaji lebih layak dengan majikan.

Dewi Korawati, PRT di Tangsel menyatakan, ia menginisiasi organisasi PRT di Tangsel bersama JALA PRT. Tujuan organisasi adalah untuk memperjuangkan hak PRT agar tidak direndahkan. Organisasi yang awalnya hanya memiliki 10 orang anggota, terus berkembang.

“Lalu pada berkumpul, akhirnya satu PRT bawa PRT yang lain dan akhirnya banyak jumlahnya, sekarang di Tangsel jumlahnya 100 PRT,” kata Dewi Korawati

Jusmiati Lestari, aktivis Dewi Keadilan Makassar menyatakan, di Makassar sudah ada organisasi majikan yang dibentuk untuk mendukung kerja-kerja PRT. Hal-hal seperti ini yang menggembirakan walau para PRT harus terus memperjuangkannya.

Sementara Koordinator Jala PRT, Lita Anggraeni mengatakan saat ini terdapat ribuan PRT yang bergabung dalam 8 Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) yang tersebar di sejumlah kota seperti Medan, Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Semarang, Yogyakarta, Makassar. Mereka bergerak bersama demi disahkan RUU Perlindungan PRT yang saat ii mandeg di Bamus DPR.

Related Articles

Leave a Comment