Home Politik & Hukum Ecocide, Oligarki dan Keberanian Jokowi

Ecocide, Oligarki dan Keberanian Jokowi

by admin

Rakyat dan negara ini kembali diuji untuk bisa menghadapi kebangkitan oligarki yang dibesarkan oleh rezim Soeharto. Yang terus bertransformasi dengan menyesuaikan konteks politik di Indonesia melalui skema neoliberalisme. Oligarki semakin pandai menggunakan demokratisasi, desentralisasi, dan deregulasi yang berkelindan dengan agenda politik Negara. M. Ridha Saleh, Wakil Ketua Komnas HAM 2007-2012 menuliskannya buat pembaca Tungkumenyala.com. (Redaksi)

Oleh: M. Ridha Saleh

TRANSISI demokrasi yang terjadi dari rezim orde baru menuju era-reformasi membawa banyak perubahan khususnya pada aspek kebebasan hak sipil politik. Simbol-simbol yang menghalangi kebebasan hak sipil politik rakyat satu persatu ditata ulang secara proporsional, relasi antar negara dan rakyat tak berjarak lagi.

Namun, kebebasan sipil politik tidak berbanding lurus dengan kualitas demokrasi atau demokrasi substansial yang diharapkan sebahagian kalangan.

Demokrasi yang tumbuh dimasa transisi, bahkan hingga detik ini, justru mengarah pada praktek demokrasi liberal yang jauh berbeda dengan tafsir dan prinsip demokrasi yang dianut oleh konstitusi dan Pancasila.

Tanda Negara masih dalam masalah besar, sebab belum ada perubahan substansial dalam sistim ekonomi politik, khususnya demokrasi ekonomi dan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya.

Transisi nampak sekedar merubah kulit saja, dari kekuasaan otoritarianise negara menuju ke kapitalisme neoliberal.

Bisa dilihat dari sajian ciri pokok kebijakan yang meliputi deregulasi, liberalisasi perdagangan, investasi dan privatisasi. Ciri lain yaitu terjadi kesenjangan antara sektor jasa, industri, pertanian dan penguasaan sumber daya alam.

Negara diatur sedemikian rupa agar tidak turut campur dalam aktivitas mekanisme pasar, prinsipnya negara hanya berfungsi sebagai fasilitator, penjaga modal serta pemungut pajak dari modal itu bekerja.

Masalah besar lainya yaitu makin menguatnya pengaruh oligarki menentukan kebijakan ekonomi politik Negara. Menurut Winters, para oligark memiliki banyak cara mengekspresikan kekuasaan mereka dalam liberalisasi Indonesia.

Oligarki yang dibesarkan oleh rezim Soeharto terus bertransformasi dengan menyesuaikan konteks politik di Indonesia melalui skema neoliberalisme, seperti demokratisasi, desentralisasi, dan deregulasi yang berkelindan dengan agenda politik Negara.

Yang menjadi masalah adalah, terjadi konsentrasi dan kesenjangan kekuatan materil yang begitu besar, bahkan disebut terbesar di dunia. Betapa tidak, oligark yang hanya berjumlah 2/1.000.000 atau sekitar 400 orang (dengan asumsi jumlah penduduk 200 juta), mereka memiliki kekayaan bersih setara 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) – (data 2010).

Ciri Negara dan pemerintahan yang dikuasai oleh oligarki yakni, kekuasaan terkonsentrasi atau dikendalikan oleh kelompok atau segelintir elit politik dan ekonomi, terjadi ketidaksetaraan ataupun kesenjangan dari segi material yang cukup ekstrem, uang dan kekuasaan merupakan hal yang tidak terpisahkan, kekuasaan dimiliki hanya untuk mempertahankan aktivitas bisnis dan kekayaan.

Ecocide

DPR RI telah mengesahkan Undang-undang yang kontroversial, yaitu Undang-undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) saat Negara sedang bertarung dengan Covid 19, para oligrak mencuri momentum itu setelah melewati dan mengabaikan berbagai penolakan dari beragam elemen masyarakat khususnya para aktivis agraria, lingkungan hidup dan korban tambang.

Salah satu isu yang sentral dari penolakan atas UU Minerba, terkait tidak hanya dampak terhadap kerusakan lingkungan dan konsumsi energi kotor, juga kuatnya camput tangan para oligark tambang.

Fatalnya oligarki tidak hanya berperan diluar kekuasaan, namun duduk sebagai pengambil kebijakan dan memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan oligarkinya.

Itu hanya satu contoh dimana posisi Negara tidak lagi berdaulat dan berfungsi sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Masalah lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam sistim ekonomi politik kapitalistik seperti di Indonesia, tentu bukanlah soal efek kerusakan semata, seperti hutan gundul karena pertambangan, CO2 karena prilaku konsumsi energi fosil atau buang limbah menyebabkan pencemaran. Itu hanya sebagai gelembung permukaan, namun bukan arus dasar yang menghinggapi buruknya tata kelola sumber daya.

Related Articles

Leave a Comment